Benarkah AI Dapat Menggantikan Programmer?

Sejak tahun 2022, AI (Artificial Intelligence) yang ditanamkan pada berbagai perangkat lunak digadang-gadang akan membantu bahkan menggantikan banyak profesi, tak terkecuali para programmer. Dua di antara AI yang naik daun di kalangan programmer adalah GitHub Copilot dan Chat GPT. Namun, bila GitHub Copilot disambut gembira ria, Chat GPT disambut dengan antusias sekaligus waswas.
Beberapa kawan saya yang bukan programmer sempat pula berseloroh bahwa dengan bantuan Chat GPT, mereka bisa jago ngoding dan tidak perlu menggunakan jasa programmer betulan.
Jujur, saya juga sempat merasa waswas. Khawatir AI akan menggantikan dan merebut mata pencaharian saya sebagai web developer. Namun, setelah mencoba teknologi ini selama dua tahun belakangan, saya bisa tenang karena AI menggantikan posisi programmer adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan.
Beberapa Alasan Mengapa AI Tidak Akan Menggantikan Programmer
Saya sudah mencoba menggunakan beberapa AI untuk ngoding dalam berbagai bahasa dari mulai sekadar membuat daftar isi di Hugo sampai yang paling sulit: mengembangkan template Blogspot.
Kenapa mengembangkan template Blogspot saya katakan paling sulit? Karena dokumentasinya sedikit bahkan bisa dibilang tidak ada. Sedikit sekali bahan untuk “memberi makan” AI sehingga di topik ini AI sekalipun keteteran.
Dari pengalaman itu, berikut beberapa alasan yang membuat saya yakin bahwa AI tidak akan bisa menggantikan programmer:
If you know, you know
Ok, Chat GPT bisa ngoding. TAPI, apa pun prompt yang kita gunakan, hasilnya enggak bagus-bagus amat. Saya curiga kode yang diberikan adalah hasil scrapping dari Stackoverflow. *eh
Orang awam mungkin beranggapan bahwa dengan AI kita bisa begitu saja ngoding untuk membuat, katakanlah website. Tapi kalau Anda web developer yang tahu betul alur kerja dan bagaimana sebuah web dibangun, Anda akan tahu bahwa untuk saat ini, mereka tidak akan bisa menggantikan kita. So if you know, you know.
Sering salah dan tidak update
Entah kenapa, tapi kode yang dihasilkan Chat GPT kerap kali salah atau tidak update. Saya tahu bahwa kodenya salah karena saya paham dan tahu mana yang benar. Coba bagaimana kalau orang yang enggak ngerti coding diberi kode yang salah? Emang mereka akan tahu?
Akhirnya waktu yang seharusnya dipergunakan untuk ngoding malah dibuat untuk mengoreksi.
Generik dan Tidak Konsisten
Iya, AI punya keterbatasan. Hasil codingan AI sebetulnya bisa didapat dari dokumentasi teknologi yang kita gunakan atau dari hasil googling seperti biasa. Selain itu, jawaban yang di-generate Chat GPT tidak pernah konsisten. Coba saja tanyakan coding dengan promt yang sama, jawabannya bisa berbeda-beda.
Contoh sederhana aja, kita minta untuk membuat sebuah
functions
di JavaScript. Satu kali dia akan menggunakanconst
ataulet
untuk mendeklarasikan variabel, lain kali dia akan balik lagi kevar
. Bikin kesel aja! 🙄People pleasure dan tukang ngarang
Hal ini kerap terjadi untuk teknologi yang dokumentasinya sedikit. Coba tanyakan, “Apakah kita bisa membuat fitur anu menggunakan teknologi anu?” Mereka akan menjawab bisa. Padahal kita tahu itu mustahil.
Kode Etik
Berbeda dengan di dunia kepenulisan yang secara tegas melarang penggunaan AI karena rentan plagiasi, tidak begitu dengan dunia programming. Sejauh ini, AI dimanfaatkan dengan maksimal di ranah teknologi. Karena walaupun tanpa AI, kami para programmer memang sudah biasa copas source code orang lain, kok. 😁
Meskipun begitu, belum ada konsensus khusus terkait penggunaan AI dalam pengembangan website, misalnya. Barangkali hal ini akan berubah, bisa jadi juga tidak.
Cara Saya Menggunakan AI untuk Membantu Ngoding
Ya, saya menggunakan 3 AI untuk membantu ngoding, lebih tepatnya ChatGPT, GitHub Copilot, dan Copilot yang tersemat di Edge. Tetapi, mungkin tidak seperti yang banyak orang awam bayangkan. Beginilah saya menggunakan AI:
Teman ngobrol
Saat ngoding, kadang tercetus pertanyaan-pertanyaan konyol yang tidak mungkin ditanyakan kepada manusia lain karena akan memicu baku hantam. 😂 Maka, biasanya topik-topik konyol saya tanyakan kepada AI yang tidak judging.
Autocomplete
GitHub Copilot yang ada di Visual Studio Code dilengkapi dengan fitur autocomplete. Jadi, ketika kita ngoding mereka akan memberikan semacam autocomplete. Saran kodingannya pun kontekstual, tidak random. Sayangnya saya tipe programmer yang punya prinsip “JANGAN ATUR AKU!”, jadi tentu saja tidak semua saran dari AI itu diterima. Bukan karena tendensius, sih, tapi karena kode yang mereka sarankan salah aja.
Kalau lagi malas googling
Informasi apa, sih, yang tidak ada di internet? Dari mulai cara merebus telur sampai cara pergi Neptunus, ada kok informasinya. Tetapi kalau lagi malas mencari informasi di search engine, saya nanya AI. Hal yang ditanyakan pun biasanya hal-hal sepele.
Hanya untuk teknologi yang saya pahami
Saya hanya bertanya tentang coding apabila teknologi atau bahasa pemrogramannya saya pahami. Paling tidak, saya punya dasarnya. Karena kalau saya bertanya tentang teknologi yang tidak saya pahami, misalnya C++, kalau ada kode yang salah, saya tidak akan tahu.
Refactoring dan debugging
Menggunakan AI untuk refactoring atau memperbaiki kodingan adalah jalan ninjaku. Itu pun untuk kasus-kasus ringan.
Membuat data dummy
Saat memerlukan data dummy untuk keperluan demo website, saya biasa menggunakan AI. Misalnya, generate data daftar dokter berisi nama, gelar, spesialisasi, dll. Yang gitu-gitulah.
Membuat UX writing
Ketika membuat website untuk demo misalnya, akan lebih baik apabila UX writing-nya tidak “lorem ipsum”. Karena saya bukan UX writer dan tidak mungkin menggunakan jasa UX writer betulan, saat itulah saya meminta bantuan AI.
Membuat featured image
Image creator yang disediakan Microsoft adalah andalan saya untuk membuat featured image artikel di web ini. Artikel yang sedang Anda baca sekarang pun featured image-nya dibuat oleh AI.
Kesimpulannya, apakah benar AI dapat menggantikan programmer? Membantu dan jadi asisten, iya. Tapi menggantikan? Jawaban saya tetap: TIDAK.
Namun, perlu diingat juga bahwa artificial intelligence adalah revolusi teknologi yang tidak bisa kita bendung. Bukan tidak mungkin pula, suatu saat coder akan betul-betul dipegang oleh AI sedangkan manusia lebih mengurusi perencanaan.
Terkait perkembangan teknologi yang kian lesat, prinsip saya hanyalah: ikut arus dan berenang atau menentang arus lalu tenggelam. Saya memilih berenang. Bagaimana dengan Anda? (eL)